Sabtu, 14 Oktober 2017

Cerpen Nasehat - Menjemput Nama yang Dijanjikan Allah

Tags






Cerpen Nasehat - Menjemput Nama yang Dijanjikan Allah
“Waah pagi yang indah....” gumam Andi sembari mengeluarkan mobil dari garasi.

Nuansa alam yang ia sukai, Matahari yang baru muncul dari ufuk timur dengan sinarnya yang hangat memeluk bumi.

Dengan perlahan bahkan nyaris tidak bergerak Andi mengemudikan mobilnya.

Seperti biasa setiap pagi yang menjadi pengawal hari.

Dimana para siswa/i, para mahasiswa, juga para pekerja telah memadati jalanan kota yang menjadi penghubung rumah Andi menuju tempat kerjanya.

Setelah begitu lama terjebak didalam kemacetan.

Sebuah mobil BMW putih yang dikemudikan Andi melaju dengan kecepatan sedang dan melintasi tempat kerjanya.

Seperti biasa sebelum ke kantor ia terlebih dahulu menuju ke sebuah florist untuk membeli bunga. “Rangkaikan bunga seperti biasa yaa buk..” seru Andi kepada pemilik toko.

“Waduuh den...lily putih nya habis” sahut wanita paruh baya pemilik florist.
Andi memang menyukai lily putih, baginya warna putih itu melambangkan sebuah kedamaian.

Sedamai hatinya ketika melihat bunga tersebut.

Setiap pagi ia selalu membelinya untuk di taruh vas diatas meja kerjanya, namun karena Andi yang terlalu lama terjebak macet.

Alhasil bunga kegemarannya itu pun telah habis diborong orang yang mungkin juga gemar lily putih seperti Andi. Andi kembali melajukan kendaraannya.

Menoleh kiri kanan meliarkan pandangannya mencari-cari florist yang barang kali di sana masih tersisah lily putih untuknya.

Telah jauh mobilnya menelusuri jalanan kota, hampir saja ia putus asa.

Namun tiba-tiba matanya terpanah pada sebuah toko yang bertuliskan “AINI FLORIST" dengan  berbagai jenis kembang.

Langsung saja ia memarkirkan mobil nya dihalaman toko, “ckreeek... brakk !!!”

Andi pun keluar dari mobil dan “wushhhh....” aroma bunga-bunga segar menghampiri setiap hidung yang ada disana termasuk hidung Andi.

“Mbak... tolong rangkaikan seikat lily putih yaa..” pinta Andi kepada pemilik florist. Gadis dengan juntaian kerudung biru muda, yang begitu serasi dengan kulit putihnya.

Tak lama kemudian “ini mas..” sambil menyodorkan seikat lily putih kepada Andi. “Ooh iyaa... terima kasih..” ucap Andi memberikan sejumlah uang untuk membayar bunga tersebut.

“Sama-sama..” sahut sang gadis sembari tersenyum dan menongolkan gigi taring yang menambah manis diwajahnya.

Langit kemerah-merahan yang menyelimuti alam tempat tinggal Andi mulai merona dengan barisan awan-awannya di medan senja.

Terlihat Andi yang baru saja selesai membersihkan badannya sepulang dari kantor.

Duduk dan menyandarkan kepalanya pada jendela kamar, ia masih teringat berbagai pertanyaan yang terus mengusiknya.

“Kapan nikah ? Kok enggak punya pacar ? Kan udah mapan ? Mau nunggu apa lagi ??”

Begitulah pertanyaan-pertanyaan keluarga Andi dengan nada mendesak disaat usianya telah lebih dari seperempat abad.

Ditambah lagi banyak teman-teman bahkan sahabatnya sendiri yang telah bahagia menemukan bidadarinya di dunia. Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk saling menyempurnakan diri.

“Mungkin memang benar, aku harus segera beranjak menuju hidup yang baru, sudah saatnya aku menikah..” Gumam Andi dalam hati.

“Ahh..tapi aku hanya ingin menikah karena Allah, bukan karena desakan keluargaku” tambahnya menepis kekhawatiran yang menyelimuti hatinya.

Lalu melanjutkan membaca buku yang dari tadi hanya dibolak-balik tanpa dibacanya.

Semoga Allah mengabulkan keinginan Andi yang ingin menjemput separuh agamanya tanpa harus pacaran, TTM-an, HTS-an atau hubungan semu lainya sebelum pernikahan.

Andi memang orang yaang telah mapan dalam segi materi. Hari-harinya ia habiskan dengan mengurusi kantor yang bergerak dibidang percetakan.

Dimana sejak lulus sarjana ia mendirikan dan mengembangkan usahanya sendirian.

Ia juga sosok yang sangat rajin dalam urusan ibadah, lembut tutur katanya, fahim agamanya dan smart intelektualnya.

Tak heran jika banyak wanita yang suka padanya, namun setiap kali ada wanita yang mengajaknya menjalin hubungan, ia selalu menolak dengan halus.

Yaa itu karena ia tak ingin menyalahi fitrah yang diberikan Allah kepadanya. Bukan, bukannya Andi tidak ingin menikah, apalagi menundanya.

Namun ia juga tak ingin terburu-buru untuk menikah tanpa kesiapan. Dan Andi juga hanya ingin menikah dengan wanita yang baik agamanya.

“Alhamdulillah... mentari pagi masih menghampiri, semoga esok ia akan datang lagi” Gumam pria berkaca mata minus melengkapi penampilannya yang rapi hendak memulai aktivitas seperti biasa.

Dengan semangat ia mengemudikan mobil nya menuju florist langganan barunya. Sesampai nya disana ia tak menemukan Aini, gadis yang biasa merangkaikan lily putih untuknya.

“Assalamualaikum...” sapa Andi. “Wa’alaikum salam..” sahut gadis kecil yang menggantikan Aini menjaga florist.

“Ai nya gak kerja yaa dek..” tanya Andi. “Mbak sedang sakit mas” sahut gadis kecil tersebut. “sakit ???? sakit apa ?” tanya Andi cemas.

“Cuma gak enak badan aja kok mas, paling besok udah sembuh”, “oh iyaa, nih mas...” tambahnya sambil mengulurkan seikat bunga seperti biasa.
Cerpen Nasehat - Menjemput Nama yang Dijanjikan Allah
Hari ini adalah hari dimana semua orang tidak disibukkan dengan aktivitas yang padat seperti biasa. Banyak diantara mereka yang menikmati weekend bersama keluarga, teman-teman atau sahabat.

Namun tak demikian dengan Andi. Ia tetap pergi ke kantor, namun Bukan untuk bekerja.

Andi tak pernah seharipun membiarkan lily putih di meja kerjanya layu tanpa diganti dengan yang baru.

Andi pun bergegas menuju florist yang sudah menjadi langganannya itu. Sesampainya disana ia mendapati sebuah toko yang tertutup.

Tanpa bunga-bunga yang biasa tampak menghiasi toko tersebut. “Kok tutup siih...? tanya Andi dalam hati. “Barang kali karena weekend..”

“Ahh atau karena Aini masih sakit ??” Pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban itu memenuhi fikiran nya saat ini.

Karena lily putih tak ia dapatkan, Andi pun mengurungkan niatnya untuk pergi ke kantor. Keesokan harinya Andi kembali mengunjungi “Aini florist” berharap bertemu dengan Aini juga lily putih kesukaannya.

“Alhamdulillah tokonya buka..” gumam Andi sambil memarkir mobilnya. Tapi pemandangan yang berbeda telah menyakiti matanya.

Letak bunga-bunga yang agak berantakan, tidak  serupa dengan bunga-bunga yang disusun Aini. Hampir lama sekali Andi termenung memandangi florist tanpa melangkah maju ataupun mundur,

“Ada yang bisa dibantu den..??” tanya seorang pria paruh baya yang muncul dari dalam toko. “Apakah Aini nya ada pak..?” tanya Andi pada pria tersebut. “Pemilik toko yang lama yaa den?

Tanya bapak itu, belum sempat Andi menjawab "waaah... den, beliau menjual toko serta isinya kepada saya, katanya sih lagi butuh uang buat pulang kampung den..” jelas bapak itu.

“Bapak tau di mana kampungnya ?”, “Waduh kalau itu saya tidak tau den..” jawab sang bapak kepada Andi.

Perasaan sedih serta kecewa memenuhi hati dan fikirannya, ia pun pulang dengan tangan kosong. Tanpa seikat lily juga tanpa melihat Aini.

Butiran embun masih bertengger di dedaunan. Alam pun seakan masih membeku dengan sisah-sisah dinginnya malam.

Namun Andi telah meninggalkan rumah untuk memulai aktivitasnya.

Setelah usai makan siang, Andi kembali kekantor untuk melanjutkan pekerjaannya. “beeb beeb..” pertanda pesan baru masuk keponselnya

Ia pun merogoh sakunya untuk mendapatkan ponsel tersebut. “Assalamualaikum ndi, ini ibu. Ibu ingin kamu segera pulang Le. Ibu ingin kamu segera menikah dengan gadis pilihan ibu.

Dengan anak sahabat ibu lee, Ibu yakin kamu setuju dengan keputusan ibu ini.....”. Jantungnya seakan mau copot dari tempatnya.

Ia shock membaca pesan ibunya itu, suka tidak suka, mau tidak mau, pesan tadi memaksa Andi menuruti semua keputusan ibunya.

Usai melaksanakan Shalat Isya’ Andi menuju ke tempat peraduannya untuk istrahat setelah penat seharian bekerja.

Namun saat mencoba memejamkan kedua matanya, ia tetap saja terjaga. Ia terlihat sangat gelisah. Entah apa yang mengganggu fikirannya.

Kelebat bayangan seorang wanita yang ia kenal muncul berkali-kali. Berkali-kali juga ia berusaha menepisnya.

Namun “Aini....?? Mengapa harus Aini ?” fikir nya heran. Ia juga teringat pesan ibunya tadi siang, yang menginginkan ia segera menikah dengan gadis pilihan ibunya.

Andi sangat bingung sekali, mungkin inilah galau yang sesungguhnya bagi seorang Andi, ia tidak menyukai perjodohan ini.

“Aku bisa memilih jodoh ku sendiri tanpa harus ibu yang memilihkan” fikir Andi keruh. Namun disisi lain, ia juga harus nurut kepada ibunya, ia tidak ingin melukai perasaan ibunya.

Apalagi sejauh ini ia belum bisa memberi apa-apa kepada ibunya. “Arrrrgggghhh...... Nooo !!!” ia mencoba menepis semua kekacauan yang menghinggapi fikirannya.

Hingga ia terlelap dan kemudian dibangunkan oleh alarm yang menunjukkan pukul 03.15.

Ia gunakan waktu sepertiga malam itu untuk sujud dan bermunajat kepada Dzat yang membolak-balik perasaan. “Yaa Allah kembali ku buka isi hatiku kepada-Mu,

Engkau yang maha mengetahui segala yang tersembunyi di qolbu ini, izinkan aku berikhtiar dalam mengendalikan kegelisahan ini.

Berikan aku pilihan yang terbaik menurut-Mu...........”. Dengan sendu ia meminta kepada Robb nya untuk dipilih kan yang terbaik untuk hidupnya.

Hingga ia pun kembali terlelap diatas sajaddahnya. Dengan memantapkan niat, setelah sekian minggu bathinya berperang.

Akhirnya Andi melajukan BMW putih nya menuju ke kampung tempat ia lahir dan dibesarkan ibunya. Sekalipun ia tak suka dengan perjodohan ini, namun ia tak bisa menolak permintaan ibunya.

“Bismillah... barang kali inilah yang terbaik untukku yang dipilihkan Allah melalui ibu..” gumam Andi menenangkan diri.

Setelah menyiapkan mental dan semua keperluan Akad untuk acara pernikahannya.

Akhirnya dua keluarga yang sudah saling akrab oleh tali persahabatan pun kini lebih akrab lagi oleh tali kekeluargaan.

Dengan pasrah dan langkah kaki yang semakin terhenti, “Assalamualaikum..” sembari memasuki rumah calon istrinya. “Wa’alaikum salam...” jawab calon istri beserta keluarganya.

Andi bagaikan melayang lalu dijatuhkan seketika saat mendengarkan suara yang tidak asing ditelinganya.

Ia sangat mengenali suara itu. “Siapakah dia..? tanya Andi dalam hati. Ia mengangkat dagunya setelah dari tadi tertunduk membenamkan wajah.

Ia terperanjat ketika melihat seorang gadis dengan lautan kerudung merah jambu dan gaun yang senada dengan kerudungnya menjuntai kelantai. “Aini..??” suara Andi mengejutkan semua yang hadir disana.

“Mas Andi ? ngapain kerumah Ai ? Mas Andi mau beli bunga...?” Tanya Aini panjang lebar yang masih tidak tau untuk apa Andi ke rumahnya.

“Saya kesini bukan untuk membeli bunga, saya datang untuk MENJEMPUT NAMA YANG DIJANJIKAN ALLAH...”

Sahut Andi yang hatinya telah tenang ketika mengetahui calon istrinya adalah seorang wanita yang selalu hadir berkelebat dalam angannya.

Pipi Aini memerah, kuncup-kuncup dihatinya seakan bermekaran. Bagaikan florist nya dulu dipagi hari. Penuh dengan bunga-bunga yang segar.

Aini yang tadinya merasakan hal yang sama seperti Andi. Menuruti perjodohan ini demi memenuhi permintaan kedua orang tua nya.

Namun hanya dalam hitungan menit, Subhanallah... semua berubah menjadi terang benderang. Semua terlaksana dengan sejuta kejutan dari Allah Subhanahu wa ta’ala.

Terkadang kebanyakan orang hanya memikirkan apa yang ia inginkan. Di luar dugaan Allah telah menyiapkan apa yang jauh lebih baik untuk hidupnya.

Begitu juga jodoh, yang dipilihkan oleh Allah adalah yang terbaik. Alhamdulillah Andi sangat bersyukur atas anugrah yang tak terhingga.

Seandainya ia tak menuruti ibunya. Mungkin ia tidak akan pernah mendapatkan semua ini. Allah memang yang paling tau apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

*Oleh: Kiki
Baca Juga :

Artikel Terkait