Kamis, 12 Oktober 2017

Cerpen Nasehat - Menjemput Hidayah di Masjid Al-Hijrah

Tags






Menjemput Hidayah di Masjid Al-Hijrah

Oleh: Kiki
Cerpen Nasehat - Menjemput Hidayah di Masjid Al-Hijrah
Matahari semakin meninggi, cahayanya cukup menciptakan gerah. Mengisyaratkan aku untuk keluar dari rumah papan berwarna hijau yang telah memudar.

Aku menuju kearah pohon rambutan yang lumayan dapat meneduhkan.

Segera ku rebahkan badanku menyandar pada potongan batang pinang yang telah disulap menjadi bangku.

Sambil mendengarkan MP3 murotal Al-Quran dari ponsel dan kupandangi langit biru yang dipenuhi awan putih yang berarak ditiup angin. “fabiayyi aalaa irobbikumaa tukajjibaan...”

Tatkala sampai pada ayat ke-13 surat Ar-rahman ini air mataku mengalir tak terbendung.

Bukan penghayatan sebenarnya, tapi ayat ini mengingatkanku pada masa lalu yang menjungkir balikkan hidupku. Saat itu aku masih duduk di bangku SMA.

Tidak ada yang mengira bahwa aku yang tomboi, bergaul bebas dengan laki-laki dan juga lasak adalah alumni Madrasah Tsanawiyah. Karena aku yang tak pandai apapun tentang agama.

Bagiku agama hanya sebagai formalitas saja. Terlebih aku sebagai anak bungsu sudah terbiasa manja.

Tak pandai bersyukur atas nikmat Allah yang tak pernah berhenti mengalir. Tak pandai menerima bahwa aku selalu sala.

Tak pandai mencerna setiap tutur kata dan nasihat dari orang tua. Nasihat mereka hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri saja.

Aku hanya memikirkan kesenangan belaka. Bagaimana caranya agar aku bisa seperti kebanyakan orang.

Hidupku tak jauh beda dengan ikan mati, tak mampu melawan arus air. Kemana air mengalir ikan mati akan hanyut bersama nya.

Awal perjalananku yang hitam dan pekat bermula ketika aku menyandang status siswi di SMA. Siswi yang lumayan aktif di sekolah dan dikenal banyak orang.

Aku beranggapan bahwa orang yang terkenal harus tampil menarik, memiliki tas bagus, sepatu bagus dan accesories yang setiap hari gonta-ganti.

Hanya karena ingin disanjung dan di anggap mampu. Pakaian yang aku kenakanpun harus brendded, saking takutnya dibilang kuno dan ketinggalan zaman.

Kebiasaan tomboi dengan kaos oblong di atas lengan dan jeans ketat selutut tanpa merasa berdosa memamerkan aurat kemana-mana.

Rambut panjang yang harus dijaga keindahannya memaksaku untuk sering ke salon. Sekali-kali kuwarnai dan kupotong sesuai arus mode.

Pergaulanku pun mulai kubatasi, aku berteman hanya dengan orang-orang yang ku anggap gaul. Asyik dan selevel alias berteman karib dengan ahli maksiat.

Hingga aku mengenal dunia cinta, pacaran diteras musholah sekolah ketika istrahat sudah menjadi rutinitasku setiap harinya.

Aku juga memandang rendah orang-orang yang tidak pacaran, mereka itu culun dan katrok.

Aku sempat menjadi anak muda yang setiap pulang sekolah merasa tidak lengkap jika tidak gentayangan menelusuri tempat-tempat yang belum pernah aku kunjungi.

Merasa kurang afdhol tanpa heng-out bersama teman-teman. Sering sekali aku pulang larut malam hanya karena berdesak-desakan nonton konser musik.

Nonton bola juga nonton pertunjukan cross. Tanpa memikirkan orang tua yang cemas menungguku dirumah. Selama  masa SMA, aku menghabiskan waktu ku dengan penuh maksiat.

***

Tepat 09 september 2013 aku resmi menjadi mahasiswi disalah satu universitas swasta di kota P. Kehidupan dunia kampus tak jauh beda dengan semasa sekolah.

Perubahan hanya terletak pada status siswi menjadi mahasiswi. Bahkan aku merasa semakin bebas sebagai anak kos.

Hampir setiap hari hingga malam setelah pulang kuliah aku menghabiskan waktu dengan jalan-jalan ke mall, tempat wisata dan menelusuri jalanan kota.

Mengunjungi tempat karaoke menjadi kegiatan yang paling aku gemari. Demi ngejaga image kekinian, dengan bangga aku bergonta-ganti pacar.

Tak pernah jera dengan kekecewaan dan sakit hati yang selalu berulang. Tak pernah mau tau tentang kedua orang tua yang selalu perang mulut setiap kali membicarakanku.

Kekelaman hidupku pun semakin bertambah ketika segudang masalah berdatangan menghantuiku dan aku menyelesaikannya dengan masalah lagi.

Dengan sombong aku tak pernah meminta pertolongan Allah, melainkan aku memaki-Nya.

Suatu masa, aku pun terjatuh kedalam jurang masalah terdalam dimana aku menganggap pacar ku lah yang akan menjadi jodohku kelak.

Aku berlebihan menyayanginya, demi dia bahkan aku rela menjadi pembangkang orang tua.

Aku selalu nurut apapun yang dikatakan pacarku, dan cuek ketika orangtua ku menyuruhku melakukan sesuatu.

***

Siang itu tengah diperjalanan dari perantauan tempatku menuntut ilmu menuju kampung. Aku menumpang dengan seorang teman yang juga memiliki tujuan yang sama denganku.

Matahari yang begitu semangat menyinari bumi saat itu. Juga perjalanan yang semakin jauh kami lalui, memaksa kami untuk segera beristirahat.

Ia pun segera mengemudikan sepeda motornya menuju sebuah mesjid dipinggir jalan. Tepat di teras masjid Al-hijrah kami berteduh dan sedikit bercengkrama.

Seusai meneguk air mineral yang masih digenggamnya tiba-tiba dia memberi komentar pada penampilanku.

“Coba deh kalo adek pake nya jubah sama kerudung syar’i pasti nampak anggun”. Aku langsung terdiam mendengar ucapannya, dan suasanapun seketika berubah hening.

Aku sangat malu saat itu, tanpa memberi jawaban aku memintanya melanjutkan perjalanan. Hari telah berganti minggu, aku masih terpaku memikirkan ucapan temanku.

Komentarnya saat itu berhasil menampar ku, membangunkan ku dari berbagai kegiatan maksiatku. Lalu aku memberanikan diri menanyakannya lewat telepon.

“Abang Cuma ngingetin aja.. kalau anak perempuan sayang sama ayahnya, pasti nutup aurat. Karena gak mau ayah nya terseret ke neraka akibat aurat anaknya yang terbuka” jawabnya santai.

“Trus gimana dengan adek yang gak hanya mengumbar aurat,  adek udah terlalu jauh menyelam didalam jurang maksiat” tangisku.

“Memang terkadang untuk mengetahui seberapa dalam sebuah jurang, seseorang harus memasukinya, tapi jangan sampai lupa bawa tali untuk naik kembali kepermukaan” tuturnya.

“Tapi apakah Allah mau mengampuni adek, selama ini adek udah jauh dari-Nya, adek udah ngelupai-Nya.....”

“Sebaik-baik pendosa adalah yang bertaubat, ingatlah Allah itu maha pengampun lagi menerima taubat, selama hamba-Nya bener-bener niat bertaubat...”

“Selangkah kita berjalan menuju Allah maka Allah akan berlari menuju kearah kita...” tambahnya lagi.

Dengan penuh sesal aku meratapi hidupku, aku benci kepada diriku sendiri. Aku merasa hanya seonggok daging bernyawa yang tak bermanfaat bagi yang lainnya.

Hanya orang yang selalu menyusahkan dan menimbulkan banyak masalah, setelah dialog panjang itu, aku merenungi dalam-dalam hidupku yang penuh dosa.

Air mata pun tak hentinya mengalir membanjiri kedua pipiku. Apa jadinya jika Allah tidak mengampuniku, aku akan menjadi manusia yang sangat merugi.

Aku berlari mencari ibuku, lalu kupeluk ibu dan aku tersungkur dipangkuannya. Aku meraung menangis sejadi-jadinya menceritakan kisah maksiatku.

Aku melihat kekecewaan diwajah ibu, dan aku lebih membenamkan lagi kepalaku dipangkuan nya.

Serba salah bagi ibu untuk murka terhadapku yang telah berani mengungkapkan segalanya dengan penuh penyesalan.

Ibu masih bisu dengan air mata mengalir dipipinya.

Walau akhirnya ibu memaafkanku dan memberi banyak nasehat agar aku tidak mengulangi maksiat lagi.

Beruntunglah aku saat itu, pertolongan Allah datang melalui seseorang yang membantuku. Dan memberi solusi untuk bangkit dalam keadaan hina dan penuh dosa seperti itu.

Setelah berbulan-bulan menikmati perang bathin, akhirnya aku memutuskan untuk bangkit, kembali kejalan yang benar.

Merangkak perlahan menuju ridho Allah, mulai ku tinggalkan masa-masa yang suram. Aku bertaubat menyesali semua dosa-dosa yang pernah kuperbuat kala itu.

Aku mendatangi majelis-majelis ilmu, dan lagi-lagi Allah memberikan pertolongan-Nya untukku. Aku dipertemukan dengan agen-agen Islam, mereka itu akhwat-akhwat dari LDK.

Dengan lautan kerudung yang panjang dan lebar, yang menjadikan mereka terlihat cantik dan anggun. Semangat dakwah mereka pun membuatku sangat kagum.

Lalu aku  menawarkan diri untuk bergabung agar aku semakin istiqomah dalam berhijrah. “Yaa Allah... kutinggalkan masa jahiliyahku untuk mencari ridho-Mu....”.

Mulai ku kenakan 2 lembar kerudung paris saat itu, agar tidak tembus pandang. Sebelum aku mengumpulkan uang untuk membeli khimar syar’i.

Dengan malu-malu kumasuki ruang kelas, lalu komentar pun berdatangan. “Sejak bile engkau berubah penampilan macam nii..nak jadi ustadzah kee..?”

Kata temanku sambil menunjuk kearah pakaian yang aku kenakan. “Mimpi apa tadi malam ? Tiba-tiba berubah gini....”

“Cieee.. buk haji..” Sampai ada yang menyebutku sebagai anak Tuhan.

Bahkan bukan hanya dikampus, komentar-komentar lain pun berdatangan dari mulut ke mulut tetangga dikampungku.

“Paling juga hamil makanya tiba-tiba pake kerudung besar..”, “Gk panas apa yaa ?? Gk sekalian pake mukenah aja?..”

Ada juga yang bilang aku hijrah ekspres, hijrah ekstrim, hingga hijrah kilat. Bagaimana mungkin aku gak berubah secepat nya.

Sedangkan masa-masaku kemarin kuhabiskan untuk maksiat, melakukan dosa semauku, banyak waktu kugunakan sia-sia.

Dan tidak ada yang menjamin aku memiliki umur yang panjang. Ini semua adalah kehendak Allah, mana mungkin aku menundanya lagi, sebab hidayah tidak datang 2 kali.

Saat itu aku merasa diberi nyawa sekali lagi oleh Allah, ternyata Allah tak pernah sedikitpun meninggalkan hamba-Nya.

Allah menunjukkan cara-Nya dengan mengirim orang-orang pilihan-Nya untuk memperbaiki hidupku.

***

Masih sangat segar diingatanku detik-detik ketika menjelang maksiat. Dengan sadar aku menganggap maksiatku bukanlah kategori dosa besar. Namun saat itu juga aku lupa kepada siapa aku sedang bermaksiat.

Dengan sadar aku menganggap Allah Maha Penyayang, namun aku juga lupa kalau siksa Allah pun amat pedih.

Dengan sombong aku berujar akan taubat setelah maksiat, namun aku lupa bahwa ajal datangnya tiba-tiba.

Sekarang aku ingin mengajak mu menjauhi Larangan-Nya sebelum Dia murka. Aku ingin mengajak mu mencari pakaian yang bisa melindungi mu dari siksa-Nya.

Ikutlah padaku untuk mendekati mereka yang bisa membantu mu dalam proses berhijrah. Yuk bertaubat, kita jemput hidayah Allah..

Dulu ketika aku mengenal cinta hidupku berantakan, namun kini aku mengenal Allah, dan hidupku pun terasa lebih baik.

Sebab Cinta yang sempurna akan membuatmu bahagia. Mencintai Allah merupakan kesempurnaan cinta.

Dan merupakan tuntutan cinta sehingga mencintai Allah akan mendatangkan kebahagiaan yang sempurna pada diri seorang hamba. Wahai teman...

Renungkanlah, betapa Allah sangat mencintaimu dan begitu perhatian terhadapmu.

Padahal sedikit sekali engkau mengingat-Nya, bahkan seringkali engkau membuat-Nya cemburu kepadamu.

Wahai teman... Tundukkanlah pandanganmu sejenak, rendahkanlah dirimu di hadapan-Nya.

Bersujudlah dan menangislah untuk memohon cinta dan hidayah-Nya. Karena cinta yang sebenarnya akan mengantarkanmu ke jannah-Nya. Rindukanlah saat-saat pertemuan dengan-Nya nanti di surga.

*Sumber: Kiki (Nama Sahabat Pena Ku)
Baca Juga :

Artikel Terkait