Senin, 06 Februari 2017

Pengertian, Latar, Hubungan dan Kendala Outcomes of Pharmaceutical Care







Foto oleh Artem Podrez dari Pexels - 

  • Tanggung Jawab professional Apoteker adalah memonitor penggunaan obat pada pasien.
  • Apoteker juga memonitoring dan mengidentifikasi luaran klinik untuk beberapa tahun.
  • Data ini perlu untuk menunjukkan profil yang baik.
  • Monitoring luaran klinik untuk menggambarkan progress dari suatu program pelayanan kesehatan/kefarmasian.
  • Hal ini juga dapat bermanfaat untuk reimbers pendapatan dll.
Latar Belakang
  • Tanggungjawab sebagai apoteker profesional yaitu memantau/memonitoring hasil dari pengobatan yang dilakukan oleh pasien.
  • Seorang apoteker harus terlibat dalam mengidentifikasi dan memonitoring hasil klinis selama beberapa tahun sampai hasil terapi tercapai, dan meningkatnya kualitas hidup si pasien dari hasil klinis
  • Tindakan ini dinamakan Farmasi Klinik atau Pharmaceutical Care.
Hubungannya dengan Outcome of Pharmaceutical Care
  • Farmasi Klinik pada 1960 di Amerika adalah suatu disiplin ilmu farmasi yang menekankan fungsi Apoteker untuk memberikan Asuhan Kefarmasian (pharmaceutical care).
  • Pharmaceutical Care adalah suatu layanan langsung Apoteker kepada pasien dalam menetapkan, menerapkan, dan memantau penggunaan obat yang bertujuan untuk meningkatkan outcome pengobatan.
  • Outcome adalah hasil yang diperoleh dari Pharmaceutical Care. Disebut juga dengan hasil klinis.
Hasil Klinis
  • Donabedian mendefinisikan bahwa hasil klinis adalah perubahan tentang suatu status kesehatan pasien yang terjadi sebagai akibat dari perawatan medis yang telah dilakukan.
  • Lohr mendefinisikan hasil klinis adalah hasil akhir dari perawatan medis seperti mengurangi rasa sakit, pemantauan suatu penyakit, tahap penyembuhan dan rehabilitasi.
Outcome yang dimaksud :
  1. Merawat Penyakit
  2. Menghilangkan atau menurunkan gejala
  3. Menghambat atau memperlama proses penyakit
  4. Mencegah penyakit atau gejala.
Kenapa ada Farmasi Klinik ?
  • Disiplin ilmu ini muncul berawal dari ketidakpuasan masyarakat terhadap praktek pelayanan kesehatan.
  • Pada era itu pelayanan kesehatan di Amerika bersifat stagnan, pelayanan kesehatan sangat terpusat pada dokter, dimana kontak apoteker dengan pasien sangat minimal.
  • Paradigma baru Farmasi Klinis mengidentifikasi adanya Drug Related Problems (DRPs) adalah suatu kejadian atau situasi yang menyangkut terapi obat, yang mempengaruhi secara potensial atau aktual hasil akhir pasien.
  • Disini lah seorang Apoteker memainkan perannya.
Menurut Koda-Kimble (2005), DRPs diklasifikasikan, sebagai berikut :
  • Kebutuhan akan obat (drug needed)
  • Ketidaktepatan obat (wrong/inappropriate drug)
  • Ketidaktepatan dosis (wrong/inappropriate dose)
  • Efek buruk obat (adverse drug reaction)
  • Interaksi obat (drug interaction)
Hal ini semua dilakukan oleh Apoteker. Dan peran Apoteker sangat penting disini.

Pemahaman Ilmu yang Harus Dimiliki oleh Apoteker
  • Konsep-konsep penyakit (anatomi dan fisiologi manusia, patofisiologi penyakit, patogenesis penyakit).
  • Penatalaksanaan Penyakit (farmakologi, farmakoterapi dan product knowledge).
  • Teknik komunikasi dan konseling pasien.
  • Pemahaman Evidence Based Medicine (EBM)  dan kemampuan melakukan penelusurannya.
  • Keilmuan farmasi praktis lainnya (farmakokinetik klinik, farmakologi, mekanisme kerja obat, farmasetika).
  • Sementara itu, di Indonesia masih banyak ditemui permasalahan terkait dengan penggunaan obat drug related problem (DRP) di berbagai tempat pelayanan kesehatan.
  • Di sebuah rumah sakit di Kalimantan Timur, dijumpai 88,6% pasien diabetes mellitus mengalami DRP dengan masalah terbanyak adalah adanya indikasi penyakit yang tidak diterapi secara memadai. Di sebuah rumah sakit di Jawa Timur, dari 52 pasien hemodialisa, sebanyak 90,4%-nya mengalami DRP dengan persoalan terbanyak adalah pasien tidak menerima obat.
Oleh sebab itu, pelayanan farmasi klinik sebenarnya bisa mengurangi DRP serta meningkatkan hasil terapi pasien.

Intervensi farmasis dalam pemberian konseling pada pasien diabetes mellitus berhasil meningkatkan terapi dan kualitas hidup pasien.

Dengan konseling farmasis juga mampu meningkatkan target tekanan darah yang diinginkan.

Farmasi Klinik

Karakteristik pelayanan farmasi klinik di rumah sakit adalah :
  • Berorientasi kepada pasien.
  • Terlibat langsung di ruang perawatan di rumah sakit (bangsal).
  • Bersifat aktif, dengan memberi masukan kepada dokter sebelum pengobatan dimulai, atau menerbitkan buletin informasi obat atau pengobatan.
  • Bertanggung jawab atas semua saran atau tindakan yang dilakukan.
  • Menjadi mitra dan pendamping dokter.
Apoteker harus melakukan :
  • Pemantauan pengobatan.
  • Seleksi obat.
  • Pemberian informasi obat.
  • Penyiapan dan peracikan obat. obat.
  • Therapeutic drug monitoring
  • Uji klinik.
  • Pendidikan dan pelatihan, terkait dengan pelayanan kefarmasian
Dimana Saja Farmasi Klinik Berkembang ?
  1. Eropa, Australia, Amerika, Inggris.
  2. Bagaimana dengan Indonesia ?
  • Baru berkembang pada tahun 2000-an.
  • Belum sepenuhnya konsep ini diterima diseluruh RS. Hanya beberapa saja yang melakukannya karena faktor lambatnya perkembangan pelayanan farmasi klinik di Indonesia. Apoteker selama ini dianggap kurang kompeten untuk dapat memainkan peran dalam pengobatan, padahal Apoteker memahami farmakokinetik dan farmakodinamik.
  • Masih dianggap keganjilan jika apoteker yang semula berfungsi menyiapkan obat di Instalasi Farmasi RS, kemudian ikut masuk ke bangsal perawatan dan memantau perkembangan pengobatan pasien, apalagi jika turut memberikan rekomendasi pengobatan, seperti yang lazim terjadi di negara maju.
  • Terbatasnya pendidikan Farmasi Klinis di Indonesia, sehingga banyak Apoteker yang ragu dan kurang percaya diri, gamang jika berbicara tentang penyakit dan pengobatan.
    Manfaat Farmasi Klinis
    • Farmasi Klinik sangat berpengaruh dengan Outcome dari terapi pada pasien baik dari sisi humanistik (kualitas hidup, kepuasan), sisi klinik (kontrol yang lebih baik pada penyakit kronis), dan sisi ekonomis (pengurangan biaya kesehatan).
    • Hasil review publikasi antara tahun 1984-1995 oleh Inditzetal (1999) efektif untuk mengurangi biaya pelayanan kesehatan, dan efektif dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
    • Leapeetal (1999) dapat mengurangi sampai 66% kejadian efek samping obat yang bisa dicegah, yang disebabkan karena kesalahan dalam perintah pengobatan
    • Dalam hal outcome klinis, misalnya pada terapi antikoagulan, pengaturan penggunaan antikoagulan yang berlebihan dengan cara melakukan pemantauan melalui telepon oleh farmasis klinik telah berhasil meningkatkan outcome klinis pasien dibandingkan dengan cara pelayanan farmasi secara tradisional (Witt dan Humphries, 2003).
    Tanggung Jawab Apoteker dalam Pharmaceutical Care
    • Apoteker bertanggung jawab dengan pengobatan pasien untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
    • Menetapkan kebutuhan terapi obat pasien sepanjang waktu.
    • Menjalankan identifikasi, resolusi dan pencegahan kesalahan terapi obat (drug therapy problems).
    • Menjamin bahwa tujuan terapi dapat digunakan baik untuk pasien.
    • Menemukan standar profesional dan ethical behavior prescribed dalam filsafat dari praktik pharmaceutical care.
    Kendala mengapa RS di Indonesia belum melakukan kegiatan pelayanan farmasi :
    • Kemampuan tenaga farmasi.
    • Terbatasnya pengetahuan manajemen rumah sakit akan fungsi farmasi rumah sakit.
    • Kebijakan manajemen rumah sakit.
    • Terbatasnya pengetahuan pihak-pihak terkait tentang pelayanan farmasi rumah sakit.
    Akibat kondisi ini maka pelayanan farmasi rumah sakit masih bersifat konvensional yang hanya berorientasi pada produk yaitu sebatas penyediaan dan pendistribusian.

    Kesimpulan
    • Seorang Apoteker harus mampu untuk bertanggung jawab dengan memantau/memonitoring hasil dari pengobatan yang dilakukan oleh pasien terhadap hasil terapi tercapai, dan meningkatnya kualitas hidup si pasien, hal ini disebut dengan hasil klinis.
    • Seorang Apoteker harus mampu mengidentifikasi, mencegah, memecahkan Drug Related Problem (DRP) sehingga seorang Apoteker dapat memberikan opini atas suatu terapi pengobatan.
    • Tindakan ini dinamakan dengan Farmasi Klinik yang dilakukan di Rumah sakit dan berbasiskan Pharmaceutical Care.
    • Praktik pelayanan farmasi klinis di Indonesia baru berkembang pada tahun 2000-an disebabkan konsep farmasi klinik belum diterima sepenuhnya oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.
    • Seorang Apoteker harus menambah ilmu dan wawasannya agar ia bisa ikut turut serta dalam peningkatan kualitas hidup pasien sehingga memperoleh hasil klinis yang diinginkan.
    • Apoteker berperan dalam Farmasi Klinik melakukan Pharmaceutical Care. Hasil Klinis yang diharapkan merupakan Pencegahan DRP dan Peningkatan Kualitas Hidup Pasien.
    *Sumber : Nitya W.U.
    Baca Juga :

    Artikel Terkait